- Back to Home »
- kemasyarakatan , pelajaran , Pendidikan , Sosial , Sosioloogi »
- Sosiologi Sebagai Ilmu Yang Mempelajari Masyarakat Dan lingkungan
Posted by : Unknown
Saturday, November 3, 2012
1. Definisi Sosiologi
a. Berdasarkan Etimologi (Kebahasaan / Asal
Kata)
Secara
kebahasaan nama sosiologi berasal dari kata
socious, yang artinya ”kawan” atau ”teman” dan logos, yang artinya
”kata”, ”berbicara”, atau ”ilmu”. Sosiologi berarti berbicara atau ilmu tentang
kawan. Dalam hal ini, kawan memiliki arti yang luas, tidak seperti dalam pengertian
sehari-hari, yang mana kawan hanya digunakan untuk menunjuk hubungan di anatra
dua orang atau lebih yang berusaha atau bekerja bersama. Kawan dalam pengertian
ini merupakan hubungan antar-manusia, baik secara individu maupun kelompok,
yang meliputi seluruh macam hubungan,
baik yang mendekatkan maupun yang menjauhkan, baik yang menuju kerpada bentuk
kerjasama maupun yang menuju kepada permusuhan.
Jadi, sosiologi adalah ilmu tentang berbagai hubungan antar-manusia yang terjadi di dalam masyarakat. Hubungan antar-manusia dalam masyarakat disebut hubungan sosial.
b. Definisi Menurut Para Ahli Sosiologi
Secara
umum sosiologi dapat diberi batasan sebagai studi tentang kehidupan sosial
manusia, kelompok dan masyarakat. Berikut dikemukakan definisi sosiologi
dari beberapa ahli sosiologi…
- Van der Zanden memberikan batasan bahwa sosiologi merupakan studi ilmiah tentang interaksi antar-manusia.
- Roucek dan Warren mendefinisikan sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari hubungan antar-manusia dalam kelompok.
- Pitirim A. Sorokin menyatakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal-balik antara aneka macam gejala sosial, misalnya gejala ekonomi dengan agama, keluarga dengan moral, hukum dengan ekonomi, gerak masyarakat dengan politik, dan sebagainya, hubungan dan pengaruh timbal-balik antara gejala sosial dengan gejala nonsosial, misalnya pengaruh iklim terhadap watak manusia, pengaruh kesuburan tanah terhadap pola migrasi, dan sebagainya, dan ciriciri umum dari semua jenis gejala sosial yang terjadi dalam masyarakat
- Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi dalam bukunya yang berjudul Setangkai Bunga Sosiologi menyatakan bahwa sosiologi atau ilmu masyarakat ialah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial.
Struktur
sosial merupakan jalinan atau konfigurasi unsur-unsur sosial yang pokok dalam masyarakat,
seperti: kelompok-kelompok sosial,
kelas-kelas sosial, kekuasaan dan wewenang, lembaga-lembaga sosial
maupun nilai dan norma sosial. Proses sosial merupakan hubungan timbal-balik di
antara unsur-unsur atau bidang-bidang kehidupan. Sedangkan perubahan sosial meliputi
perubahan-perubahan yang terjadi pada struktur sosial dan proses-proses sosial.
2. Sejarah dan
Perkembangan Sosiologi
a. Sejarah kelahiran sosiologi
Sebagai
ilmu, sosiologi masih cukup muda, bahkan paling muda di antara ilmu-ilmu sosial
yang lain. Tokoh yang sering dianggap sebagai Bapak Sosiologi adalah Auguste Comte, seorang ahli filsafat dari
Perancis yang lahir pada tahun 1798 dan meninggal pada tahun 1853. Auguste Comte mencetuskan pertama kali
nama sociology dalam bukunya yang berjudul Positive Philoshopy yang terbit pada tahun
1838. Pada waktu itu Comte menganggap bahwa semua penelitian tentang masyarakat
telah mencapai tahap terakhir, yakni tahap ilmiah, oleh karenanya ia
menyarankan semua penelitian tentang masyarakat ditingkatkan menjadi ilmu yang
berdiri sendiri, lepas dari filsafat yang merupakan induknya. Pandangan Comte
yang dianggap baru pada waktu itu adalah bahwa sosiologi harus didasarkan pada
observasi dan klasifikasi yang sistematis, dan bukan pada kekuasaan serta spekulasi.
Di
samping mengemukakan istilah sosiologi untuk ilmu baru yang berasal dari
filsafat masyarakat ini, Comte juga merupakan orang pertama yang membedakan
antara ruang lingkup dan isi sosiologi dari ilmu-ilmu lainnya.
Menurut
Comte ada tiga tahap perkembangan intelektual, yang masing-masing merupakan perkembangan
dari tahap sebelumnya. Tahap pertama dinamakan tahap theologis, kedua adalah tahap metafisik, dan ketiga adalah tahap positif. Pada tahap
pertama manusia menafsirkan gejala-gelajala di sekelilingnya secara teologis,
yaitu dengan kekuatan adikodrati yang dikendalikan oleh roh, dewa, atau Tuhan yang Maha Kuasa. Pada tahap kedua
manusia mengacu pada hal-hal metafisik atau abstrak, pada tahap ketiga manusia menjelaskan
fenomena-fenomena ataupun gejala-gejala dengan menggunakan metode ilmiah, atau
didasarkan pada hukum-hukum ilmiah. Di sinilah sosiologi sebagai penjelasan ilmiah
mengenai masyarakat.
Dalam
sistematika Comte, sosiologi terdiri atas dua bagian besar, yaitu: sosiologi
statik, dan sosiologi dinamik. Sosiologi statik diibaratkan dengan anatomi
sosial/masyarakat, sedangkan sosiologi dinamik berbicara tentang
perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
b. Perkembangan Sosiologi setelah Comte
Istilah
sosiologi menjadi lebih populer setelah setengah abad kemudian berkat jasa dari
Herbert Spencer, ilmuwan Inggris, yang menulis buku berjudul Principles of Sociology (1876), yang mengulas tentang
sistematika penelitian masyarakat.
Perkembangan
sosiologi semakin mantap, setelah pada tahun 1895 seorang ilmuwan Perancis bernama Emmile Durkheim menerbitkan
bukunya yang berjudul Rules of Sociological Method. Dalam buku yang melambungkan namanya itu, Durkheim menguraikan tentang pentingnya
metodologi ilmiah dan teknik pengukuran kuantitatif di dalam sosiologi untuk meneliti
fakta sosial. Misalnya dalam kasus bunuh diri (suicide). Angka bunuh diri dalam
masyarakat yang cenderung konstan dari tahun ke tahun, dipengaruhi oleh faktor
yang berasal dari luar individu. Dalam suatu jenis bunuh diri yang
dinamakan altruistic suicide disebabkan
oleh derajat integrasi sosial yang sangat kuat. Misalnya dalam satuan militer, dapat
saja seorang anggota mengorbankan dirinya sendiri demi keselematan satuannya.
Sebaliknya, dalam masyarakat yang
derajat integrasi sosialnya rendah, akan mengakibatkan terjadinya bunuh diri
egoistik (egoistic suicide). Derajat integrasi sosial yang rendah dapat disebabkan
oleh lemahnya ikatan agama ataupun keluarga. Seseorang dapat saja melakukan bunuh
diri karena tidak tahan menderita penyakit yang tidak kunjung sembuh, di lain
sisi ia merasa tidak mempunyai ikatan apapun dengan anggota keluarga atau
masyarakat yang lain.
Pada masyarakat yang dilanda
kekacauan, anggota-anggota masyarakat yang merasa bingung karena tidak adanya
norma-norma yang dapat dijadikan pedoman untuk mencapai kebutuhan-kebutuhan
hidupnya, dapat saja melakukan bunuh
diri jenis anomie (anomic suicide). Berbagai macam jenis bunuh diri ini, oleh
Durkheim dinyatakan sebagai peristiwa yang terjadi bukan karena faktor-faktor
internal individu, melainkan dari pengaruh faktorfaktor eksternal individu,
yang disebut fakta sosial..
Banyak pihak kemudian mengakui bahwa
Durkheim sebagai ”Bapak Metodologi Sosiologi”. Durkheim bukan saja mampu
melambungkan perkembangan sosiologi di Perancis, tetapi bahkan berhasil
mempertegas eksistensi sosiologi sebagai bagian dari ilmu pengetahuan ilimiah
(sains) yang terukur, dapat diuji, dan objektif.
Menurut Durkheim, tugas sosiologi
adalah mempelajari apa yang disebut fakta sosial. Fakta sosial adalah cara-cara
bertindak, berfikir, dan berperasaan yang berasal dari luar individu, tetapi
memiliki kekuatan memaksa dan mengendalikan individu. Fakta sosial dapat berupa
kultur, agama, atau isntitusi sosial. Perintis sosiologi yang lain adalah Max
Weber. Pendekatan yang digunakan Weber berbeda dari Durkheim yang lebih
menekankan pada penggunaan metodologi dan teknik-teknik
pengukuran kuantitatif dari pengaruh
faktor-faktor eksternal individu. Wever lebih menekankan pada pemahaman di
tingkat makna dan mencoba mencari penjelasan pada faktor-faktor internal
individu. Misalnya tentang tindakan sosial. Tindakan sosial merupakan perilaku
individu yang diorientasikan kepada pihak lain, tetapi bermakna subjektif bagi
aktor atau pelakunya. Makna sebenarnya dari suatu tindakan hanya dimengerti
oleh pelakukunya.
Tugas sosiologi adalah mencari penjelasan tentang makna subjektif dari tindakan-tindakan sosial yang dilakukan oleh individu.
3. Karakteristik Sosiologi
Sebagai ilmu, sosiologi memiliki
sifat hakikat atau karakteristik sosiologi:
- Merupakan ilmu sosial, bukan ilmu kealaman ataupun humaniora
- Bersifat empirik-kategorik, bukan normatif atau etik; artinya sosiologi berbicara apa adanya tentang fakta sosial secara analitis, bukan mempersoalkan baik-buruknya fakta sosial tersebut. Bandingkan dengan pendidikan agama atau pendidikan moral.
- Merupakan ilmu pengetahuan yang bersifat umum, artinya bertujuan untuk menghasilkan pengertian dan pola-pola umum dari interaksi antar-manusia dalam masyarakat, dan juga tentang sifat hakikat, bentuk, isi dan struktur masyarakat.
- Merupakan ilmu pengetahuan murni (pure science), bukan ilmu pengetahuan terapan (applied science)
- Merupakan ilmu pengetahuan yang abstrak atau bersifat teoritis. Dalam hal ini sosiologi selalu berusaha untuk menyusun abstraksi dari hasil-hasil observasi. Abstraksi tersebut merupakan kerangka dari unsur-unsur yang tersusun secara logis serta bertujuan untuk menjelaskan hubungan sebab-akibat sehingga menjadi teori.
4. Kegunaan Sosiologi dan Peran
Sosiologi
Sosiologi dipelajari untuk apa?
Dengan pertanyaan lain mengapa kita belajar
sosiologi? Pertanyaan-pertanyaan itu dapat dijawab dengan uraian tentang
peran sosiolog (ahli sosiologi) berikut ini. Sebenarnya di mana dan sebagai apa
seorang sosiolog dapat berkiprah, tidak mungkin dapat dibatasi oleh
sebutan-sebutan dalam administrasi
okupasi (pekerjaan/mata pencaharian) resmi yang dileluarkan oleh Badan
Pusat Statistik (BPS). Di beberapa negara telah muncul pengakuan yang kuat
terhadap sumbangan dan peran sosiolog di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan.
Horton dan Hunt (1987) menyebutkan
beberapa profesi yang pada umumnya diisi oleh para sosiolog.
- Ahli riset, baik itu riset ilmiah (dasar) untuk perkembangan ilmu pengetahuan ataupun riset yang diperlukan untuk kepentingan industri (praktis)
- Konsultan kebijakan, khususnya untuk membantu untuk memprediksi pengaruh sosial dari suatu kebijakan dan/atau pembangunan
- Sebagai teknisi atau sosiologi klinis, yakni ikut terlibat di dalam kegiatan perencanaan dan pelaksanaan program kegiatan dalam masyarakat
- Sebagai pengajar/pendidik
- Sebagai pekerja sosial (social worker)
Di luar profesi yang telah
disebutkan oleh Horton dan Hunt tersebut, tentu saja masih banyak profesi lain
yang dapat digeluti oleh seorang sosiolog. Banyak bukti menunjukkan, bahwa dengan
kepekaan dan semangat keilmuannya yang selalu berusaha membangkitkan sikap
kritis, para sosiologi banyak yang berkarier cemerlang di berbagai bidang yang
menuntut kreativitas, misalnya dunia jurnalistik. Di jajaran birokrasi, para
sosiolog sering berpeluang menonjol dalam karier karena kelebihannya dalam
dalam visinya atas nasib rakyat.
Seiring dengan perubahan sosial yang
terjadi dalam masyarakat, keterlibatan para sosiolog di berbagai bidang
kehidupan akan semakin penting dan sangat diperlukan. Perubahan sosial yang terjadi
dalam masyarakat akan menuntut penyesuaian dari segenap komponen masyarakat
yang menuntut kemampuan mengantisipasi keadaan baru. Para sosiolog pada umumnya
unggul dalam hal penelitian sosial, sehingga perannya sangat diperlukan.